DPR Tuntut KPAI Redam Tayangan Tidak Mendidik
Komisi VIII DPR mendesak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)meredam tayangan-tayangan di stasiun televisi yang tidak mendidik dan bisa merusak pola pikir anak dengan melakukan kerjasama dengan pemilik televisi.
Hal tersebut mengemuka saat Komisi VIII DPR mengadakan RDP dengan Ketua KPAI saat RDP dengan Ketua KPAI dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR Chairunisa (F-PG), di gedung Nusantara II Jakarta, Rabu (2/2).
Menurut Saifudin, KPAI harus melakukan langkah kongkrit sebagai bentuk perlindungan terhadap anak ketimbang hanya menyalahkan pertelevisian tanpa tindakan nyata.
“Selama ini kita hanya menyalahkan pertelevisian saja. Tayangan ini salah, tayangan itu salah. Kalau bisa, datang langsung kepada pemilik stasiun televisinya. Ungkapkan keresahan – keresahan yang dirasakan KPAI agar bisa mengerem tayangan itu. Hal ini lebih baik ketimbang hanya diam,” ujar Saifudin Donodjoyo (F-Geerindra).
Ia menambahkan, kurikulum pendidikan yang diajarkan di setiap sekolah hendaknya juga menjadi perhatian KPAI. Pendidikan agama, lanjut Saifudin, bisa menjadi sebuah pegangan seorang anak dalam bergaul sehingga anak bisa lebih menjaga sikap dari tindakan asusila atau perbuatan lain yang tercela.
Pendapat Saifudin juga didukung oleh anggota Komisi VIII lainnya. Muhamad Arwani Thomafi (F-PPP) menilai belum melihat tindakan KPAI menyikapi semakin pudarnya nilai – nilai agama dalam pribadi setiap anak – anak. Ia mengungkapkan, saat ini anak tidak lagi tertarik pada ajaran agama padahal hanya dengan ajaran agamalah sikap dan tindakan mereka bisa dikontrol.
“Saya belum melihat tindakan dari KPAI dalam menyikapi pudarnya nilai agama di kalangan anak – anak. Ini dilihat dari perilaku anak saat tiba waktu shalat Maghrib misalnya, mereka tidak lagi ramai ke masjid atau mushala untuk beribadah, malah si anak asyik di depan televisi. Fenomena ini terkait dengan tindakan amoral yang dilakukan anak – anak. Ajaran agama penting karena berperan sebagai akar yang menguatkan sebagai wahana pendewasaan si anak sendiri. Ini harus jadi sorotan KPAI,” tandas Arwani.
Arwani melanjutkan, tayangan televisi terutama sinetron telah menggeser nilai luhur yang dimiliki oleh sebuah keluarga. Keluarga, dalam penilaiannya, merupakan media pengembangan karakter anak yang nantinya berkembang menjadi karakter bangsa. Namun, konflik dengan orang tua, perebutan harta yang menghalalkan segala cara yang kerap dipamerkan sinetron telah merubah cara berpikir anak.
“Keluarga adalah media dan pusat pengembangan karakater anak yang akan berkembang menjadi karakter bangsa. Dalam keluarga ada nilai luhur yang terkandung seperti cinta kasih, rasa aman, bahagia dan kedamaian. Tetapi lihat sinetron sekarang, anak konflik dengan orang tua jika terjadi perbedaan pendapat. Mereka merasa berhak melawan orang tua jika keinginan berlawanan dengan orang tua, layaknya anak durhaka, lalu mengadu ke KPAI minta perlindungan. Saya berharap KPAI menangani hal ini dengan serius. Jangan sampai masyarakat mendapatkan pemahaman yang salah,” ungkapnya. (da/si)